1 Korintus 1:10-17
1
Korintus 1:10-17
Kita hidup dengan banyak
perbedaan di sekitar kita. Allah tidak menciptakan dunia dengan monoton tetapi
ia menciptakan dunia dengan penuh warna. Apa jadinya dunia bila tidak ada
perbedaan ? Saat ini pun kita hidup dalam komunitas manusia dengan karakter dan
cara beripikr yang berbeda beda. Tergantung kita melihat dari sisi mana
perbedaan itu , dilihat dari sisi positif atau negatif. Hidup
dalam komunitas dengan segala macam latar belakang dan perbedaan karakter manusia selalu
memberi tantangan. Di jaman modern ini banyak
sekali bermunculan kelompok kelompok atau grup grup yang dibentuk karena kesepahaman apakah hobby,
tujuan , pemahaman yang sama. Tetapi bila terjadi perbedaan yang tajam , tidak
sepaham, cekcok dan tidak ada jalan keluar maka anggotanya bebas untuk keluar
dari keanggotaan. Ini hal yang biasa dalam pergaulan.
Namun bagaimana jika ini
terjadi dalam komunitas gereja , dampaknya pasti sangat besar
Ketika
perbedaan pendapat terjadi dan tidak bisa diselesaikan,maka yang
ada adalah perpecahan
Rasul
Paulus menghadapi situasi seperti ini ketika meresponi surat bagi jemaat
Kristen di kota Korintus. Paulus mendengar informasi perpecahan tersebut dari Chloe. Apa yang terjadi di
jemaat Korintus cukup menarik untuk diperhatikan. Jemaat terbagi-bagi dalam
kelompok berdasarkan pemimpin yang mereka hormati.
Dalam I Kor.
1:12 rasul Paulus menegur sikap dan kecenderungan jemaat Korintus, yaitu “Yang aku maksudkan ialah, bahwa kamu
masing-masing berkata: Aku dari golongan Paulus. Atau aku dari golongan Apolos.
Atau aku dari golongan Kefas. Atau aku dari golongan Kristus. Adakan Kristus
terbagi-bagi-bagi?” (I Kor. 1:12). Mereka memiliki kecenderungan yang
sangat kuat untuk membentuk kelompok atau golongannya masing-masing dengan
pemimpin yang mereka anggap paling unggul. Itu sebabnya di antara mereka ada
yang mengklaim sebagai pengikut dari Paulus, sebagian mengklaim sebagai
pengikut dari Apolos, dan sebagian mengklaim sebagai pengikut dari Petrus..
Dalam kondisi perpecahan itu rasul Paulus berkata: “Tetapi aku menasihatkan
kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kamu
seia-sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya
kamu erat bersatu dan sehati sepikir” (I Kor. 1:10). Disini jelas Kristus
tidak dijadikan sebagai pusat hidup dan pegangan satu-satunya,oleh jemaat. Akibatnya mereka tidak lagi berperan sebagai
kawan sekerja Allah, tetapi justru mereka berubah menjadi para lawan Allah.
Mereka tidak lagi menyediakan diri sebagai alat dalam karya keselamatan Allah;
tetapi mereka justru telah memperalat karya keselamatan Allah untuk kepentingan
diri dan kelompoknya.
Syukurlah dalam situasi perpecahan itu, rasul Paulus tidak tergoda untuk memperkuat golongan atau orang-orang yang mendukung atau memujanya. Sebaliknya justru rasul Paulus kemudian menegur setiap golongan agar mereka semua hanya tertuju kepada Kristus sebagai kepala jemaat.. Apabila kita menempatkan Kristus sebagai kepala jemaat, maka kita wajib menolak para pemimpin yang secara sengaja telah memanfaatkan dukungan anggota jemaat untuk kepentingan dirinya. Sebab prinsip pemilihan Kristus kepada orang-orang yang menjadi muridNya pada hakikatnya adalah bersedia meninggalkan segala sesuatu barulah mereka mengikut Dia. Di Mat. 4:22 disaksikan sikap murid-murid dari Galilea dalam menjawab panggilan Tuhan Yesus, yaitu: “Yesus memanggil mereka dan mereka segera meninggalkan perahu serta ayahnya, lalu mengikuti Dia”. Manakala kita mau meninggalkan segala sesuatu untuk mengikut Kristus, maka pastilah kita akan mengutamakan kepentingan Kristus dan karya keselamatan Allah. Sehingga segala ambisi, kepentingan diri dan penonjolan diri telah kita tinggalkan agar kita dapat makin mempermuliakan Kristus.
Jadi manakala dalam kehidupan kita masih diwarnai oleh berbagai macam perpecahan dan pertengkaran; apakah perpecahan dan pertengkaran dalam kehidupan keluarga, pergaulan dengan anggota masyarakat, pekerjaan dan berjemaat sesungguhnya kita belum berhasil mempraktekkan makna “meninggalkan segala sesuatu” dan mengikut Kristus. Sebab dari situasi perpecahan dan pertengkaran tersebut, kita telah memberi andil dan memanfaatkan situasi tersebut untuk kepentingan diri kita sendiri. Akibatnya kita menuai hidup berupa kesuraman, kegelapan dan terhimpit sebagaimana pernah dialami oleh umat Israel yang tinggal di Galilea. Tetapi rahmat dan belas kasihan Allah akan dinyatakan apabila kita mau segera bertobat dengan meninggalkan segala egoisme diri. Pada saat kita mau bertobat, maka kita akan diperkenankan oleh Allah untuk kembali melihat Terang besar yaitu keselamatan yang telah dinyatakan di dalam Kristus. Bahkan Kristus berkenan akan memakai kita kembali untuk menjadi kawan sekerjaNya. Sebab tidak selama-lamanya Allah menghukum, tetapi Dia juga mau memulihkan kita dan mempercayai kita untuk melakukan karya kasihNya yang mulia. Jika demikian, bagaimanakah kehidupan saudara saat ini? Apakah kehidupan saudara masih ditandai oleh perpecahan dan pertengkaran? Jadikanlah Kristus sebagai pusat dan tujuan hidup kita satu-satunya, maka kita akan bersedia untuk meninggalkan segala sesuatu bagi kemuliaan namaNya sehingga kita dapat hidup dalam damai-sejahtera Allah. Amin.
Syukurlah dalam situasi perpecahan itu, rasul Paulus tidak tergoda untuk memperkuat golongan atau orang-orang yang mendukung atau memujanya. Sebaliknya justru rasul Paulus kemudian menegur setiap golongan agar mereka semua hanya tertuju kepada Kristus sebagai kepala jemaat.. Apabila kita menempatkan Kristus sebagai kepala jemaat, maka kita wajib menolak para pemimpin yang secara sengaja telah memanfaatkan dukungan anggota jemaat untuk kepentingan dirinya. Sebab prinsip pemilihan Kristus kepada orang-orang yang menjadi muridNya pada hakikatnya adalah bersedia meninggalkan segala sesuatu barulah mereka mengikut Dia. Di Mat. 4:22 disaksikan sikap murid-murid dari Galilea dalam menjawab panggilan Tuhan Yesus, yaitu: “Yesus memanggil mereka dan mereka segera meninggalkan perahu serta ayahnya, lalu mengikuti Dia”. Manakala kita mau meninggalkan segala sesuatu untuk mengikut Kristus, maka pastilah kita akan mengutamakan kepentingan Kristus dan karya keselamatan Allah. Sehingga segala ambisi, kepentingan diri dan penonjolan diri telah kita tinggalkan agar kita dapat makin mempermuliakan Kristus.
Jadi manakala dalam kehidupan kita masih diwarnai oleh berbagai macam perpecahan dan pertengkaran; apakah perpecahan dan pertengkaran dalam kehidupan keluarga, pergaulan dengan anggota masyarakat, pekerjaan dan berjemaat sesungguhnya kita belum berhasil mempraktekkan makna “meninggalkan segala sesuatu” dan mengikut Kristus. Sebab dari situasi perpecahan dan pertengkaran tersebut, kita telah memberi andil dan memanfaatkan situasi tersebut untuk kepentingan diri kita sendiri. Akibatnya kita menuai hidup berupa kesuraman, kegelapan dan terhimpit sebagaimana pernah dialami oleh umat Israel yang tinggal di Galilea. Tetapi rahmat dan belas kasihan Allah akan dinyatakan apabila kita mau segera bertobat dengan meninggalkan segala egoisme diri. Pada saat kita mau bertobat, maka kita akan diperkenankan oleh Allah untuk kembali melihat Terang besar yaitu keselamatan yang telah dinyatakan di dalam Kristus. Bahkan Kristus berkenan akan memakai kita kembali untuk menjadi kawan sekerjaNya. Sebab tidak selama-lamanya Allah menghukum, tetapi Dia juga mau memulihkan kita dan mempercayai kita untuk melakukan karya kasihNya yang mulia. Jika demikian, bagaimanakah kehidupan saudara saat ini? Apakah kehidupan saudara masih ditandai oleh perpecahan dan pertengkaran? Jadikanlah Kristus sebagai pusat dan tujuan hidup kita satu-satunya, maka kita akan bersedia untuk meninggalkan segala sesuatu bagi kemuliaan namaNya sehingga kita dapat hidup dalam damai-sejahtera Allah. Amin.
Komentar